Saturday 5 March 2011

Bunuh Diri Menjadi-jadi di Jepang/ Angka bunuh diri di Jepang pada tahun 2010 meningkat 20 persen dari tahun sebelumnya.

VIVAnews - Angka bunuh diri di Jepang meningkat 20 persen pada tahun 2010. Terbanyak, mereka yang bunuh diri adalah para pengangguran yang putus asa karena tidak juga mendapat kerja.

Laporan ini dikeluarkan oleh kepolisian nasional Jepang (NPA) sebagai bagian dari studi bunuh diri tahunan, dilansir dari laman CNN, Kamis, 3 Maret 2011.

Pada laporan itu, pada tahun 2010 terdapat sebanyak 424 orang yang bunuh diri karena tidak mendapatkan pekerjaan. Sebelumnya, pada 2009, angka bunuh diri pengangguran adalah 354.

Laporan NPA menyebutkan para pengangguran yang bunuh diri kebanyakan adalah mahasiswa atau sarjana. Pada 2009, angka mahasiswa pengangguran bunuh diri mencapai 23 orang. Angka ini bertambah pada 2010 dengan 53 orang, 130 persen lebih banyak.

Selain pengangguran putus asa, NPA menyebutkan angka bunuh diri pada para penjaga anak atau baby sitter juga meningkat. Pada tahun 2010, angka baby sitter yang bunuh diri sebanyak 157 orang, meningkat 44 persen dari tahun sebelumnya.

Jepang merupakan salah satu negara dengan angkat bunuh diri tertinggi di dunia. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan mengatakan angka bunuh diri di Jepang mencapai hingga 30 ribu orang per tahunnya, selama 13 tahun berturut-turut.

Angka ini dinilai sangat mengkhawatirkan karena menyumbang hingga 3,5 persen penurunan populasi di Jepang yang mencapai 127 juta orang. Perdana Menteri Jepang Naoto Kan menjadikan upaya untuk menekan angka bunuh diri sebagai prioritas pada pemerintahannya. Sebelumnya, Naoto Kan mengatakan, dia bertujuan mengurangi faktor-faktor yang membuat rakyat tidak bahagia. (adi)
• VIVAnews

Di Mana Kekayaan Khadafi Disimpan?

VIVAnews - Dalam rentang beberapa tahun, gurita keuangan pemerintah Libya telah mencapai seberang lautan. Lintas batas dan lintas benua.  Amerika Serikat, Inggris, Swiss, dan Uni Eropa baru saja membekukan miliaran dolar aset pemerintah Libya dan pemimpin Muammar Khadafi serta keluarganya. Ini merupakan buntut kekerasan militer terhadap pengunjuk rasa anti-Khadafi.  Kantor berita CNN melaporkan, hasil eksploitasi minyak Libya diinvestasikan ke lebih dari 35 negara di empat benua. Libya menanamkan investasi mulai dari real estat, perusahaan telekomunikasi, hotel, hingga klub sepak bola.  Libya juga telah menginvestasikan ratusan juta dolar di negara berpenduduk miskin di Afrika. Bahkan, pemerintah Libya memiliki saham di Commercial Bank of Zimbabwe Ltd.  Investasi Libya yang disimpan di bank-bank investasi ternama di Amerika Serikat, memuncak menjadi miliaran dolar. "Libya terbiasa dengan fakta. Mereka memiliki banyak sekali uang tunai di tangan untuk berinvestasi," kata Ashby Monk, seorang peneliti di Oxford University yang mengkhususkan diri pada kekayaan milik negara.  Kekayaan Libya terdongkrak dengan harga minyak yang tinggi. Belum lagi, minyaknya yang terkenal dengan kualitas tinggi.  Sebenarnya, hingga pertengahan dekade terakhir, investasi dibatasi akibat sanksi internasional. Hanya beberapa perusahaan yang mengeksploitasi di sana, yaitu Eni Italia, perusahaan asal Australia Österreichische Mineralölverwaltung, dan Repsol dari Spanyol.  Namun, ketika sanksi internasional dicabut, Libya mengundang lebih banyak perusahaan untuk mengeksploitasi sumber minyak. BP dari Inggris dan Shell dari Belanda menandatangani kesepakatan eksploitasi, bersama perusahaan lain seperti Statoil dari Norwegia dan Gazprom dari Rusia yang membeli operasi Eni di negara itu.  Saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencabut sanksi pada 2003, pemerintah Libya hanya memiliki kekayaan US$60 miliar. Namun, kini Libyan Investment Authority telah setara dengan perusahaan-perusahaan besar dunia.  Negara ini juga menggunakan Bank Sentral Libya dan Libyan Foreign Bank sebagai saluran berinvestasi yang berfokus pada investasi domestik dan Afrika.  Berikut adalah sebaran aset Libya yang dikumpulkan CNN berdasarkan dokumen-dokumen publik, sumber-sumber yang akrab dengan investasi Libya, serta dokumen-dokumen yang dipublikasikan oleh WikiLeaks.  Amerika Utara Libyan Investment menggunakan sistem keuangan AS untuk mendapatkan saham-saham yang sebagian besar berisiko rendah, sekuritas berjangka pendek, dan dana-dana tunai.  Mohamed Layas, kepala Libyan Investment, mengatakan kepada pihak berwenang AS pada Januari 2010 bahwa Libya memiliki likuiditas sekitar US$32 miliar yang tersimpan di bank-bank AS. Jumlah itu setara dengan yang dibekukan Departemen Keuangan AS awal pekan ini. Demikian menurut kawat diplomatik AS yang bocor ke WikiLeaks.  Masih pada Januari 2010, Layas mengatakan, Libya telah membagi dana US$32 miliar itu menjadi pecahan-pecahan US$300 juta hingga US$500 juta, yang saat itu dikelola oleh puluhan bank di seluruh AS.  Libya bahkan menginvestasikan lebih dari US$300 juta ke bank investasi yang sekarang bubar, Lehman Brothers, setidaknya begitu menurut arsip pengadilan kepailitan AS. Libya tengah berjuang di pengadilan untuk memulihkan kerugian itu.  Di Kanada, Libya membuat satu perusahaan ekuitas-swasta pertama dengan membeli Verenex Energy sekitar US$320 juta pada 2009. Kesepakatan tersebut penting karena Verenex merupakan salah satu perusahaan publik pertama yang mengebor minyak di Libya setelah sanksi PBB dicabut.  Eropa dan Inggris Libya menempatkan sebagian besar uang tunai di Eropa dan Inggris. Ini merupakan pilihan kedekatan geografis. Direktur Eksekutif Libyan Investment juga mengatakan, Libya memiliki keinginan berinvestasi di Inggris karena, sistem pajak yang sederhana, demikian menurut kawat yang bocor ke WikiLeaks.  Di Italia, yang merupakan mantan penguasa kolonial Libya, Libyan Investment memiliki saham perusahaan-perusahaan Italia, seperti raksasa minyak Eni, kontraktor pertahanan Finmeccanica, dan UniCredit, bank terbesar di Italia. Libyan Investment juga memiliki 7,5 persen saham di Juventus.  Di Inggris, Libyan Investment memiliki 3,3 persen saham di Pearson, pemilik Financial Times dan Penguin Publishing. Otorita itu juga memiliki saham di beberapa perusahaan properti komersial Inggris.  Tak hanya itu, Libya juga punya portofolio aset-aset yang terkait dengan minyak di Eropa melalui Libyan Investment, yang terdiri atas tiga kilang dan 3.000 pompa bensin di seluruh benua itu. Demikian menurut pidato Layas di London, pada 2008.  Sejak kekerasan meletus di Libya, Pearson membekukan saham dan dividen Libya sampai pemberitahuan lebih lanjut, dan Juventus mengatakan akan memantau perkembangan di negara Afrika Utara itu.  Afrika Melalui puluhan bank investasi kecil yang tersebar di seluruh Afrika, Libya telah membeli saham puluhan perusahaan telekomunikasi dan infrastruktur di Afrika. Beberapa di antaranya berada di negara-negara yang tidak stabil, seperti Uganda dan Zimbabwe.  Kepala Eksekutif Sovereign Wealth Fund Institute, Michael Maduell, mengatakan, investasi Libya di Afrika memainkan dua peran. Pertama, karena Afrika berjuang agar Libya mendapatkan investor selama bertahun-tahun, dan Libya telah menjadi sumber utama modal di benua itu.  "Kedua, investasi di Afrika telah membantu menyokong citra Khadafi sebagai 'bapak' Afrika," katanya. (art)

• VIVAnews