1. Judul Lagu Terpanjang
Tahukah Anda kalau ada satu lagu yang tercatat punya judul paling
panjang dalam sejarah penciptaan lagu. Lagu itu berjudul I’m a Cranky
Old Yank in a Clanky Old Tank on the Streets of Yokohama with my
Honolulu Mama Doin’ Those Beat-o, Beat-o Flat-On-My-Seat-o, Hirohito
Blues.
Hoagy Carmichael yang menulis lagu ini di tahun 1943 akhirnya membongkar
rahasia kalau lagu itu awalnya hanya berjudul I’m a Cranky Old Yank
namun karena ingin membuat lelucon maka judul lagu itupun ditambah lagi
dengan beberapa kata.
2. Musisi Peraih Grammy Awards Terbanyak
Michael Jackson tercatat sebagai musisi yang berhasil meraih piala
Grammy terbanyak dalam sejarah. Hingga akhir hayatnya, ia berhasil
mengumpulkan delapan piala bergengsi ini.
3. Komposisi Piano Terpanjang dalam Sejarah
Komposisi piano terpanjang dalam sejarah adalah komposisi karya Erik
Satie yang berjudul Vexations. Ada 180 not dalam komposisi ini dan
sesuai dengan urutan yang dibuat sang pencipta, lagu ini harus diulang
sampai 840 kali.
Vexations pertama kali dipentaskan pada bulan September 1963 di Pocket
Theater, New York City dan memerlukan sepuluh pianis untuk menuntaskan
lagu ini secara berantai.
4. Video Pertama yang Tayang di MTV
Video pertama yang ditayangkan di MTV adalah lagu 'Video Killed the
Radio Star' milik Buggles yang diputar pada tanggal 1 Agustus 1981.
Sekitar 16 tahun kemudian, pada tanggal 27 Februari 2000, MTV
menayangkan lagi lagu Video Killed the Radio Star sebagai video kesatu
juta yang mereka tayangkan.
Video ini juga jadi video nomor tiga yang paling sering diputar di MTV.
Urutan pertama diduduki oleh Peter Gabriel lewat lagu Sledgehammer.
5. Hari Bersejarah bagi Lagu Kebangsaan Inggris
Tanggal 9 Februari 1909 tercatat sebagai hari bersejarah bagi lagu
kebangsaan Inggris. Pada hari itu lagu 'God Save The King' dimainkan 17
kali berturut-turut oleh band militer Jerman di stasiun kereta api
Rathenau, Brandenburg.
Alasannya, pada saat itu, Raja Edward VII yang seharusnya muncul dari
dalam gerbong kereta sambil diiringi lagu ini ternyata mengalami
kesulitan mengenakan seragam Field-Marshall Jerman dan band militer
Jerman terpaksa harus mengulang lagu ini sampai Raja Edward VII muncul.
Yunita's Blog
Berbagi Informasi yang gak terlalu penting
Saturday 12 July 2014
Misteri Baju Berlumur Darah Di Lemari Pakaian Michael Jackson
Beberapa hari setelah kematian sang megabintang Michael Jackson (50 tahun), beberapa penyidik menemukan sebuah pakaian yang berlumur darah berada di dalam lemari sang megabintang.
Penemuan tersebut kemudian terendus oleh media, dan dirilis pertama kali oleh harian The Sun. Dalam artikelnya The Sun menuliskan bahwa pakaian tersebut adalah blus wanita, dan tampak jelas bahwa bagian depannya berlumuran darah.
Pakaian tersebut tampak belum pernah terpakai, label harga $3,99 masih terpasang di pakaian tersebut. The Sun juga menampilkan beberapa gambar dari pakaian tersebut dalam artikelnya.
Beberapa spekulasi menyebutkan bahwa mungkin saja pakaian tersebut digunakan untuk mengepel darah. Anehnya polisi tidak menyita pakaian tersebut sebagai barang bukti.
Pengacara terkemuka Amerika Craig Silverman, dalam pernyataannya mengatakan bahwa diluar kebiasaan polisi sebuah pakaian yang berlumur darah tidak disita sebagai barang bukti.
Silverman menambahkan juga bahwa sangat mungkin pakaian tersebut dapat memberi petunjuk yang lebih jelas mengenai sebab kematian sang megabintang. Termasuk kemungkinan bahwa Michael Jackson meninggal karena dibunuh.
Keanehan lainnya adalah pihak Kepolisian Los Angeles menolak untuk menjelaskan mengapa kaos itu tidak disita oleh detektif.
Dengan naifnya seorang juru bicara LAPD malah berkata: "Saya tidak tahu kenapa."
Dia menambahkan: "detektif kami tidak berbicara kepada media tentang penyelidikan ini sampai kita kita punya jawaban mengenai masalah ini beberapa waktu nanti"
Namun pernyataan tentang masalah ini tidak kunjung datang dari pihak kepolisian. Keberadaan pakaian tersebut dan siapa pemilik sebenarnya masih menjadi misteri hingga saat ini.
Allen Pope, Kisah Agen CIA yang Menyerang Indonesia
Belum banyak sejarah yang terungkap, dan tidak banyak yang tahu bahwa
Allen Pope seorang agen CIA pernah ingin mencoba menyerang Indonesia dan
mengobok-obok Indonesia kala itu. Allen Lawrence Pope adalah seorang
tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi. Beberapa misinya
dilakukan di Asia Tenggara di antaranya saat pertempuran di Dien Bien
Phu, Vietnam dan pada saat pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dia
tertangkap oleh tentara Indonesia ketika usahanya mengebom armada
gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat pembom
B-26 Invader AUREV gagal dan tertembak jatuh.
Diduga dia tertembak jatuh oleh pesawat P-51 Mustang Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto namun kesaksian lain mengatakan dia tertembak jatuh oleh tembakan gencar yang dilakukan armada laut Angkatan Laut Republik Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di berbagai kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.
Pope kemudian ditugasi sebagai pilot AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang berpangkalan utama di Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandara Sam Ratulangi) di bawah pimpinan Mayor Petit Muharto. AUREV sendiri berkekuatan tidak kurang sekitar 10 pesawat pengebom-tempur di antaranya adalah pesawat pengebom sedang/ringan B-26 Invader dan P-51Mustang.
CIA sendiri sebenarnya sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk PRRI/PERMESTA dari sisa-sisa Perang Korea, setelah dipergunakan di berbagai konflik di Kongo, Kuba dan Vietnam. Pesawat-pesawat itu disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina, tempat yang juga digunakan untuk melatih para awak sebelum dikirim ke wilayah PERMESTA.
Sejumlah modifikasi dilakukan agar tidak terlalu kelihatan bahwa mereka disiapkan oleh Amerika Serikat yang memiliki teknologi maju. Di antara modifikasi yang dilakukan adalah mengubah jumlah senapan mesin yang semula memiliki enam laras pada hidung pesawat, menjadi delapan laras.
Pada tanggal 18 Mei 1958, Gugus Tugas amfibi (Amphibius task force) ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkekuatan dua kapal angkut dan lima kapal pelindung type penyapu ranjau cepat, dipimpin oleh Letnan Kolonel (KKO/sekarang Korps Marinir) Hunholz dengan Kepala Staf Mayor Soedomo berlayar dengan posisi dekat Pulau Tiga lepas Ambon guna melaksanakan Operasi Mena II dalam rangka menuntaskan konflik PERMESTA dengan sasaran Morotai guna merebut lapangan terbang.
Operasi itu didukung oleh P-51 Mustang dan B-26 Angkatan Udara Republik Indonesia serta Pasukan Gerak Tjepat (PGT, sekarang Kopaskhas TNI AU). Pasukan yang turun antara lain gabungan Marinir, Pasukan Angkatan Darat KODAM BRAWIJAYA dan Brigade Mobil (BRIMOB). Di atas kapal disiagakan senjata penangkis udara berbagai type.
Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS.
Dikatakannya bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata-senjata yang mudah ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu tentara bayaran.
Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden Soekarno sendiri mengatakan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti jalan pikirannya. Pemerintah Amerika Serikat berusaha juga untuk membebaskan Allen Pope.Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962 pope di bebaskan.
Diduga dia tertembak jatuh oleh pesawat P-51 Mustang Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto namun kesaksian lain mengatakan dia tertembak jatuh oleh tembakan gencar yang dilakukan armada laut Angkatan Laut Republik Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di berbagai kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.
Pope kemudian ditugasi sebagai pilot AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang berpangkalan utama di Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandara Sam Ratulangi) di bawah pimpinan Mayor Petit Muharto. AUREV sendiri berkekuatan tidak kurang sekitar 10 pesawat pengebom-tempur di antaranya adalah pesawat pengebom sedang/ringan B-26 Invader dan P-51Mustang.
CIA sendiri sebenarnya sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk PRRI/PERMESTA dari sisa-sisa Perang Korea, setelah dipergunakan di berbagai konflik di Kongo, Kuba dan Vietnam. Pesawat-pesawat itu disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina, tempat yang juga digunakan untuk melatih para awak sebelum dikirim ke wilayah PERMESTA.
Sejumlah modifikasi dilakukan agar tidak terlalu kelihatan bahwa mereka disiapkan oleh Amerika Serikat yang memiliki teknologi maju. Di antara modifikasi yang dilakukan adalah mengubah jumlah senapan mesin yang semula memiliki enam laras pada hidung pesawat, menjadi delapan laras.
Pada tanggal 18 Mei 1958, Gugus Tugas amfibi (Amphibius task force) ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkekuatan dua kapal angkut dan lima kapal pelindung type penyapu ranjau cepat, dipimpin oleh Letnan Kolonel (KKO/sekarang Korps Marinir) Hunholz dengan Kepala Staf Mayor Soedomo berlayar dengan posisi dekat Pulau Tiga lepas Ambon guna melaksanakan Operasi Mena II dalam rangka menuntaskan konflik PERMESTA dengan sasaran Morotai guna merebut lapangan terbang.
Operasi itu didukung oleh P-51 Mustang dan B-26 Angkatan Udara Republik Indonesia serta Pasukan Gerak Tjepat (PGT, sekarang Kopaskhas TNI AU). Pasukan yang turun antara lain gabungan Marinir, Pasukan Angkatan Darat KODAM BRAWIJAYA dan Brigade Mobil (BRIMOB). Di atas kapal disiagakan senjata penangkis udara berbagai type.
Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS.
Dikatakannya bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata-senjata yang mudah ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu tentara bayaran.
Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden Soekarno sendiri mengatakan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti jalan pikirannya. Pemerintah Amerika Serikat berusaha juga untuk membebaskan Allen Pope.Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962 pope di bebaskan.
Fenomena Bunuh Diri Massal Pengikut NAZI di Leipzig Tahun 1945
Pada siang hari tanggal 18 April 1945, saat pasukan Amerika bergerak memasuki pinggiran kota Leipzig, Wakil
Walikota serta Stadtkämmerer (Bendahara) Leipzig yang bernama Dr. Ernst
Kurt Lisso beserta istrinya Renate Stephanie Lisso (née Lübbert) dan
putri mereka yang berusia 20 tahun Regina Lisso melakukan bunuh diri
secara berbarengan di Neues Rathaus (Aula Kota Baru). Bunuh diri tersebut dilakukan dengan menggunakan kapsul sianida.
Dengan melihat pada topi serta pita lengannya, diketahui bahwa Regina Lisso merupakan pekerja Deutsches Rotes Kreuz (Palang merah Jerman) pada saat kematiannya, sementara ayahnya sendiri telah menjadi anggota Partai Nazi dari sejak tahun 1932.
Tidak kalah dengan wakilnya, Oberbürgermeister (Walikota) Leipzig Alfred Freyberg juga bunuh diri bersama dengan istri serta putrinya di tempat yang sama dan tanggal yang sama. Ikut pula piknik ke akherat bersama mereka puluhan orang anggota Volkssturm lokal! Freyberg bernama lengkap Bruno Erich Alfred Freyberg, kelahiran 12 Juli 1892 di arsleben bei Halberstedt/Sachsen-Anhalt. Selain sebagai Oberbürgermeister, dia juga rangkap jabatan sebagai Ministerpräsident a.D., plus mempunyai pangkat di SS (Gruppenführer) serta Angkatan Darat (Leutnant der Reserve a.D.)!
Mayat keluarga Lisso tak tersentuh selama setidaknya dua hari. Foto-foto di atas, yang diambil oleh Margaret Bourke-White (fotografer untuk US Army Signal Corps) diambil tanggal 20 April 1945.
Foto-foto ini kemudian nongol di majalah LIFE pada tahun 1945 sebagai bagian dari seri foto yang mendokumentasikan fenomena bunuh diri massal yang terjadi di Jerman seiring dengan mendekatnya peperangan pada Aus der Traum (game over). Baik Bourke-White maupun LIFE sama-sama tak menikmati hak cipta atas foto-foto tersebut (juga foto-foto Perang Dunia II lainnya yang dihasilkan oleh sang fotografer perempuan itu!). Ini karena dia bekerja untuk US Army Signal Corps, sehingga hasil karyanya digolongkan sebagai properti dari Pemerintah Amerika Serikat dan, karenanya, selalu menjadi hak milik publik/bersama.
Keluarga Lisso (Ernst, Renate, Regina) yang bunuh diri bareng di satu ruangan. Selembar kertas yang tersimpan di lantai adalah catatan perpisahan yang sengaja diletakkan dengan cermat agar memudahkan dia ditemukan!
Dr. Ernst Kurt Lisso yang tergeletak mati di meja kerjanya. Di bahunya terselip kartu keanggotaan Partai Nazi. Bila anda perhatikan, posisi tubuhnya tidak sama antara beberapa foto. Ini disengaja oleh sang fotografer demi memudahkan dia untuk mengambil posisi memotret yang tepat! Kotak penyimpan kapsul sianida bisa kita lihat dalam foto di atas, yang berada di ujung meja sebelah kanan Lisso
Mayat Regina Lisso, putri dari Ernst Lisso. Dia adalah seorang perawat DRK (Deutsches Rotes Kreuz)
Volksturm-Kreisstabsführer-Bataillonsführer bernama Kurt Walter Dönicke dari Leipzig ini tampaknya merupakan pengagum berat dari Adolf Hitler, sampai-sampai saat bunuh diri pun (18 April 1945) poster besar Sang Führer ikut tergeletak di sampingnya! Di beberapa buku dan website dia disebutkan sebagai Gauleiter, SA-Sturmbannführer, jenderal Wehrmacht, SS, dan sebangsanya (foto ini sangat terkenal, sodara-sodara!). Cukuplah bahwa dia adalah perwira Volkssturm dengan melihat pita lengan di tangannya yang bertuliskan "Deutscher Volkssturm Wehrmacht"
Dengan melihat pada topi serta pita lengannya, diketahui bahwa Regina Lisso merupakan pekerja Deutsches Rotes Kreuz (Palang merah Jerman) pada saat kematiannya, sementara ayahnya sendiri telah menjadi anggota Partai Nazi dari sejak tahun 1932.
Tidak kalah dengan wakilnya, Oberbürgermeister (Walikota) Leipzig Alfred Freyberg juga bunuh diri bersama dengan istri serta putrinya di tempat yang sama dan tanggal yang sama. Ikut pula piknik ke akherat bersama mereka puluhan orang anggota Volkssturm lokal! Freyberg bernama lengkap Bruno Erich Alfred Freyberg, kelahiran 12 Juli 1892 di arsleben bei Halberstedt/Sachsen-Anhalt. Selain sebagai Oberbürgermeister, dia juga rangkap jabatan sebagai Ministerpräsident a.D., plus mempunyai pangkat di SS (Gruppenführer) serta Angkatan Darat (Leutnant der Reserve a.D.)!
Mayat keluarga Lisso tak tersentuh selama setidaknya dua hari. Foto-foto di atas, yang diambil oleh Margaret Bourke-White (fotografer untuk US Army Signal Corps) diambil tanggal 20 April 1945.
Foto-foto ini kemudian nongol di majalah LIFE pada tahun 1945 sebagai bagian dari seri foto yang mendokumentasikan fenomena bunuh diri massal yang terjadi di Jerman seiring dengan mendekatnya peperangan pada Aus der Traum (game over). Baik Bourke-White maupun LIFE sama-sama tak menikmati hak cipta atas foto-foto tersebut (juga foto-foto Perang Dunia II lainnya yang dihasilkan oleh sang fotografer perempuan itu!). Ini karena dia bekerja untuk US Army Signal Corps, sehingga hasil karyanya digolongkan sebagai properti dari Pemerintah Amerika Serikat dan, karenanya, selalu menjadi hak milik publik/bersama.
Keluarga Lisso (Ernst, Renate, Regina) yang bunuh diri bareng di satu ruangan. Selembar kertas yang tersimpan di lantai adalah catatan perpisahan yang sengaja diletakkan dengan cermat agar memudahkan dia ditemukan!
Dr. Ernst Kurt Lisso yang tergeletak mati di meja kerjanya. Di bahunya terselip kartu keanggotaan Partai Nazi. Bila anda perhatikan, posisi tubuhnya tidak sama antara beberapa foto. Ini disengaja oleh sang fotografer demi memudahkan dia untuk mengambil posisi memotret yang tepat! Kotak penyimpan kapsul sianida bisa kita lihat dalam foto di atas, yang berada di ujung meja sebelah kanan Lisso
Mayat Regina Lisso, putri dari Ernst Lisso. Dia adalah seorang perawat DRK (Deutsches Rotes Kreuz)
Volksturm-Kreisstabsführer-Bataillonsführer bernama Kurt Walter Dönicke dari Leipzig ini tampaknya merupakan pengagum berat dari Adolf Hitler, sampai-sampai saat bunuh diri pun (18 April 1945) poster besar Sang Führer ikut tergeletak di sampingnya! Di beberapa buku dan website dia disebutkan sebagai Gauleiter, SA-Sturmbannführer, jenderal Wehrmacht, SS, dan sebangsanya (foto ini sangat terkenal, sodara-sodara!). Cukuplah bahwa dia adalah perwira Volkssturm dengan melihat pita lengan di tangannya yang bertuliskan "Deutscher Volkssturm Wehrmacht"
Subscribe to:
Posts (Atom)